8 Anggota Bawaslu Muratara Diadili, Terungkap Uang Penyemangat Kerja

8 Anggota Bawaslu Muratara Diadili, Terungkap Uang Penyemangat Kerja

PALEMBANG - Delapan orang komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) resmi berstatus terdakwa, Jumat (24/6/2022). Mereka disidang di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Palembang dan didakwa kasus korupsi dana hibah kegiatan Bawaslu Muratara tahun anggaran 2019-2020. Kedelapan terdakwa dihadirkan secara visual oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Lubuk Linggau. Majelis hakim Tipikor Palembang diketuai Efrata Heppy Tarigan SH MH. Mereka adalah Munawir, Ketua Bawaslu Muratara, M Ali Asek anggota Bawaslu Muratara, Paulina anggota Bawaslu Muratara, SZ Bendahara Bawaslu Muratara, dan Kukuh Reksa Prabu, staf Bawaslu Muratara. Kemudian, Tirta Arisandi, Hendrik dan Aceng Sudrajat, ketiganya saat itu Koordinator Sekretariat (Korsek) Bawaslu Muratara. Sesuai dakwaan JPU, para terdakwa telah melakukan korupsi dana hibah di tahun 2019 dan tahun 2020 sebesar Rp2,5 miliar. Total dana hibah yang dikucurkan Pemkab Muratara saat itu Rp9,5 miliar untuk pelaksanaan kegiatan Pileg dan Pilpres di tahun 2019, serta Pilbup dan Wabup Muratara tahun 2020. Di dalam dakwaan JPU terungkap, kegiatan pelaksanaan Bawaslu adalah kegiatan yang di mark up atau fiktif yang dilakukan oleh para terdakwa, diantaranya dana hibah tahun 2019 sebesar Rp 136 juta dari total pencairan Rp200 juta. "Uang itu berdasarkan laporan digunakan diantaranya Rp 40 juta untuk sewa gedung labor komputer SMA Bina Satria untuk seleksi Panwascam Bawaslu Muratara tahun 2019, namun yang diterima oleh pihak sekolah hanya Rp 11 juta," kata JPU Lubuk Linggau Sumarherti membacakan surat dakwaan. Selain itu, dana hibah juga digunakan untuk belanja publikasi kegiatan pada penyedia jasa, diantaranya media online sebesar Rp30 juta, namun nyatanya pembayaran itu fiktif atau tidak ada. Terungkap juga bahwa dana hibah Bawaslu tersebut juga diberikan kepada para terdakwa masing-masing Rp100 juta atas inisiatif terdakwa Munawwir, dengan dalih sebagai uang pegangan dan penyemangat kerja. "Setelah disepakati, lalu terdakwa Tirta menyerahkan kepada masing-masing uang sebesar Rp100 juta tersebut untuk terdakwa Munawwir dan Paulina di Hotel Emilia Palembang, sedangkan Ali Asek, Siti Zahro, Kukuh Reksa dan Tirta sendiri diberikan di kantor Bawaslu Muratara," sebut JPU. Atas perbuatan para terdakwa, sebagaimana dakwaan JPU dijerat dengan dakwaan memperkaya diri sendiri atau orang lain sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Usai mendengarkan pembacaan dakwaan JPU, satu dari delapan terdakwa yakni Paulina melalui tim penasihat hukumnya sepakat akan mengajukan keberatan (eksepsi) atas dakwaan JPU, yang akan dibacakan pada gelar sidang Jumat pekan depan. Diwawancarai usai sidang, Ahmad Julianto SH sebagai penasihat hukum terdakwa Paulina mengungkapkan alasan bakal mengajukan eksepsi, karena menilai dakwaan JPU kurang cermat kabur dan tidak teliti. "Terutama perihal adanya nilai kerugian negara yang disangkakan keadaan klien kami, jaksa tidak merincikan berapa nilai dan siapa yang menerima tidak dijelaskan secara terperinci dalam dakwaan, untuk itu kita akan ajukan eksepsi," singkat Ahmad Julianto. Terpisah, Kasi Pidsus Kejari Lubuk Linggau Yuriza Antoni SH MH melalui JPU Sumarherti SH dan Rahmawati SH membeberkan dalam perkara ini salah satu terdakwa bernama Aceng Sudrajat sempat buron beberapa bulan saat dilakukan pemeriksaan, sebelum akhirnya ditangkap oleh tim Tangkap Buron (Tabur) di Provinsi Jawa Barat. Selain itu, Sumarherti menjelaskan atas perbuatannya, para terdakwa terancam pidana minimal empat tahun penjara, maksimal 20 tahun penjara. (fdl)

Sumber: