15 Tersangka Anggota Dewan Muara Enim ‘Pindah Tahanan’ ke Palembang Tunggu Penetapan Hakim
PALEMBANG - Sebanyak 15 orang tersangka korupsi penerima suap yakni mantan anggota dan anggota DPRD Muara Enim, diagendakan pada Senin (9/5) besok akan segera jalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Palembang Klas IA Khusus Sumsel. Para tersangka, dijadwalkan akan dihadirkan secara visual melalui layar monitor sidang karena masih dalam status penahanan di rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI di Jakarta. Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK RI, Rikhi B Maghaz SH MH dikonfirmasi Ahad (8/5) menjelaskan, status penahanan hingga saat ini memang belum dialihkan ke Rutan Tipikor Palembang. "Kita masih menunggu penetapan dari majelis hakim Tipikor Palembang usai gelar sidang dengan pembacaan dakwaan, apakah nanti akan di alihkan penahanan ke Rutan Palembang atau tidak," kata Rikhi. Rikhi mengungkapkan, apabila nanti usai gelar sidang pembacaan dakwaan majelis hakim memerintahkan untuk dialihkan penahanan ke Rutan Tipikor Palembang, sebagai JPU tentu akan melaksakan penetapan tersebut. "Untuk teknisnya, nanti juga akan segera berkoordinasi dengan pihak Rutan yang ada di Palembang, terutama mengenai kesiapan pihak Rutan," ungkap Rikhi. Dijelaskannya, apabila sudah ada penetapan maka kemungkinan akan sama proses dengan sepuluh tersangka lainnya yang sudah terlebih dahulu menjalani proses sidang pemeriksaan perkara. Sebagai informasi, pada beberapa waktu lalu penyidik KPK RI resmi menetapkan 15 anggota DPRD Muara Enim periode 2014-2019 serta 2019- 2023 kabupaten Muara sebagai tersangka pengembangan perkara dugaan korupsi penerima suap 16 paket proyek pada Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim. Adapun konstruksi perkara, selaku anggota dan mantan anggota DPRD para tersangka diduga menerima pemberian uang dengan jumlah keseluruhan Rp 5,6 miliar sebagai "uang ketuk palu" yang diberikan oleh kontraktor pemenang 16 paket proyek Robby Okta Fahlevi. Disinyalir masing-masing 15 tersangka tersebut menerima masing-masing dengan nominal berkisar Rp 150 juta hingga Rp 300 juta, yang dilakukan secara bertahap. Atas perbuatannya, para tersangka tersebut dijerat melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP. (Fdl)
Sumber: