Petani Ngeluh Harga Sawit Pecah Seribu

Petani Ngeluh Harga Sawit Pecah Seribu

MURATARA - Enam hari pasca lebaran idul fitri 1443 hijriyah, harga komoditas unggulan tandan buah sawit (TBS), belum alami peningkatan harga. Petani sawit di kabupaten Muratara, masih menunggu kenaikan, karena saat ini harga sawit pecah seribu. Wasir petani sawit di Kecamatan Rupit, Kabupaten Muratara saat dibincangi Sabtu (7/5) menuturkan, harga sawit di tingkat petani saat ini hanya berkisar Rp800/Kg alias 'pecah seribu'. Kondisi itu sangat jauh berbeda di awal Ramadhan, karena harga TBS sawit menjangkau Rp3600/Kg. "Harapan kami hargo TBS sawit naik lagi, sekarang hargo masih pecah seribu. Efek kebijakan dak boleh ekspor dan tutupnya pabrik CPO saat momen lebaran," katanya. Menurutnya, penurunan harga TBS Sawit secara drastis memang sangat mempengaruhi ekonomi warga di Kabupaten Muratara. Karena perkebunan sawit cukup mendominasi di wilayah ini.       Dia mengatakan, jika penurunan harga TBS sawit berlangsung lama, otomatis akan memengaruhi ekonomi, sosial, maupun sikologi warga di Sumsel khususnya di Kabupaten Muratara. "Tadi wilayah kita sudah banyak warga senang harga sawit tinggi, penghasilan mereka cukup. Tapi sejak harga sawit drop, bisa jadi wilayah kita rawan lagi karena ekonomi warga ikut turun," bebernya singkat. Petani sawit di Muratara berharap, Pemerintah harus bisa meyikapi dengan bijak, terlebih lagi dengan beragam peraturan yang dikeluarkan. Menurut Wasir, peraturan yang dikeluarkan pemerintah saat ini, sangat tidak pro dengan masyarakat yang berprofesi sebagai petani sawit. "Hargo pupuk selangit tapi hargo sawit petani di pakso turun terus. Sampai sekarang belum ado kebijakan pemerintah nurunke hargo pupuk," tegasnya.  Petani sawit di Muratara mengaku, dengan kemerosotan harga dan tingginya harga perawatan, membuat petani semakin terpojok. Bahkan banyak petani sawit di wilayah ini pesimis, tidak akan ada kenaikan harga komoditas sawit dalam waktu dekat. "Logikanyo kalau hargo sawit turun, semestinya harga perawatan kebun juga turun. Tapi ini sebalinyok, hargo pupuk masih diatas Rp800 ribu/karung, ditambah naik 50 persen hargo racun rumput," timpalnya. Menurut wasir, petani di Muratara biasanya menggunakan pupuk dengan perbandingan 1:1/tiap bulan, dalam artian 1 sak pupuk untuk satu hektar/bulan. Sedangkan standar produksi petani 1,5-2 ton/hektar, dengan kerapatan 125 batang sawit/hektar. "Sekarang kalau punyo sawit satu hektar  hargo Rp800/Kg, abis modal untuk pupuk samo biaya panen bae. Petani idak dapat apo apo lagi," timpalnya. Sebelumnya, Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Muratara, yang membawahi bidang perkebunan Ade Mairi, pernah mengungkapkan.  Penurunan harga TBS berlaku secara nasional, mengingat adanya kebijakan pembatasan ekspor CPO keluar Negeri. Kondisi itu berkaitan langsung dengan kelangkaan minyak goreng baru bati ini. Namun pihaknya memprediksi, Pemerintah pusat tentunya akan mengengkaji efek penerapan kebijakan tersebut. "Pemerintah pusat menerapkan kebijakan itu untuk menetralisir masalah kelangkaan Migor kemarin. Tidak menutup kemungkinan ada aturan baru kedepannya untuk meningkatkan harga sawit petani," tegasnya. Pihaknya berharap, para petani sawit di Muratara bisa bersabar, karena setiap penurunan harga produksi, otomatis akan memengaruhi penurunan ekonomi.(cj13)

Sumber: