Buang Korban yang Ditabrak Menurut Kolonel Priyanto untuk Lindungi Anak Buah
JAKARTA - Kolonel Infanteri Priyanto, terdakwa pembunuhan dua remaja sipil di Nagreg, Jawa Barat mengaku memunculkan ide membuang korban yang ditabraknya, karena ingin melindungi anak buahnya. Hal itu dikemukakan perwira menengah TNI AD ini, saat ditanya Majelis Hakim Pengadilan Militer II Jakarta. “Alasan tidak membawa (korban) ke rumah sakit adalah saya punya hubungan emosional dengan sopir, yaitu anak buah saya Kopral Dua (Kopda) Andreas Dwi Atmoko. Dia sudah lama menjaga keluarga saya, sehingga berniat menolong dan melindungi dia,” kata Kolonel Priyanto, dalam sidang lanjutan kasus yang melilitnya, dalam persidangan lanjutan di Pengadilan Militer II Jakarta, Jakarta Timur, Kamis (7/4) lalu, dikutip dari Antara. Dalam persidangan lanjutan dengan agenda pemeriksaan terdakwa tersebut, Kolonel Priyanto mengaku salah, membuang Handi Saputra dan Salsabila yang ditabrak sopirnya, ke Sungai Serayu, di Banyumas, Jawa Tengah. Kendati demikian, dia mengatakan bahwa hal yang dilakukannya hanya ingin melindungi anak buahnya. Sebelumnya, kepada Ketua Hakim Brigadir Jenderal Faridah Faisal, Kolonel Priyanto mengatakan, bahwa yang menabrak dua korban atas nama Handi Saputra dan Salsabila itu adalah Kopda Andreas Dwi Atmoko. Dalam perjalanan, terdakwa duduk di belakang Kopda Andreas yang menyopir mobil dan tertidur. Sementara itu, sopir pengganti yakni Kopral Satu (Koptu) Ahmad Sholeh duduk di samping Kopda Andreas. “Akan tetapi, kemudian saya terbangun karena ada benturan keras. Ternyata ada tabrakan. Mobil berhenti. Sopir, yakni Kopda Andreas melaporkan menabrak. Semua keluar dan melihat ada laki-laki tergeletak di sebelah kanan mobil. Ada perempuan yang teriak di kolong mobil,” kata Kolonel Priyanto. Ia bersama Kopda Andreas dan Koptu Ahmad memiliki niat awal dua korban tersebut akan dibawa ke rumah sakit setelah diangkat ke dalam mobil. Pada saat itu, yang awalnya menyopir untuk menuju ke rumah sakit adalah Kopda Andreas. Namun, beberapa waktu kemudian, Kopda Andreas gemetar saat menyopir dan tidak fokus. “Andreas gemetar saat menyopir dan tidak fokus. Saya takut (jika terjadi apa-apa) sehingga saya gantikan,” ujar Kolonel Priyanto. Kolonel Priyanto pun mengatakan bahwa Kopda Andreas gemetar dan merasa takut karena memikirkan nasib keluarganya jika dia ditetapkan menjadi terdakwa dalam kasus penabrakan. “Kopda Andreas Dwi Atmoko bertanya bagaimana nasib anak dan istri saya. Setelah mendengar pertanyaan itu, saya mengganti menyopir dan muncul ide untuk tidak membawa korban ke rumah sakit,” kata Kolonel Priyanto. Atas keterangan tersebut, hakim anggota Kolonel Sus Mirtusin menanyakan tentang ada atau tidaknya perubahan niat terkait dengan ide tersebut dari Kolonel Priyanto dalam kurun waktu 6 jam sejak kecelakaan terjadi hingga pembuangan tubuh korban. “Tidak ada perubahan atas niat terdakwa dalam 6 jam itu?” tanyanya. “Sempat ingin meninggalkan di jalan. Akan tetapi, ujung-ujungnya kami ke Sungai Serayu untuk membuang,” kata Kolonel Priyanto. Selanjutnya, Kolonel Priyanto pun mengakui tidak memikirkan korban dan memiliki rasa empati. Ia hanya memikirkan keinginan untuk melindungi anak buah. (antara)
Sumber: