Ibu Pembuang Bayi ke Sumur Bakal Lama di Penjara

Ibu Pembuang Bayi ke Sumur Bakal Lama di Penjara

JEMBER – Kasus ibu membuang bayinya ke sumur hingga meninggal dunia di Ambulu menjadi pelajaran bagi keluarga yang baru memiliki buah hati. Sebab, diketahui dari hasil penyelidikan Polres Jember, ibu tersebut mengaku menceburkan bayinya. Namun, diketahui juga pelaku mengalami depresi karena keluarga sang suami menyudutkan tersangka. Lantaran dianggap tidak becus untuk memberikan ASI. Press release yang digelar Polres Jember, kemarin (30/3), tersebut tidak hanya mengungkap motif pelaku, tapi juga keseharian dari pelaku. Tersangka Faridatul Nikmah, 25, diketahui sehari-harinya sebagai guru di salah satu lembaga Pendidikan Anak Usia Dini, Dusun Bregoh, Desa Sumberejo, Kecamatan Ambulu. “Tersangka pembunuhan anak kandungnya sendiri yang masih usia 1 bulan adalah guru PAUD,” kata Kapolres Jember AKBP Hery Purnomo dalam konferensi pers. Menurut Hery, tersangka secara sengaja menceburkan bayinya ke dalam sumur pada tanggal 23 Maret 2022. Alasannya, walau sang bayi tak berdosa, tapi dirasa oleh tersangka telah menjadi pemicu kebencian dalam dirinya. “Tersangka sangat benci dengan bayinya. Saat melihat bayi tidur dengan neneknya, tiba-tiba diambil dan diceburkan ke sumur,” urai Hery mengulas kronologi. Tersangka berusaha menutup perbuatan jahatnya dengan cara berpura-pura bayinya hilang diculik makhluk halus. Muslihat tersangka rupanya berlanjut dengan menyebut bahwa anaknya itu dicuri mahluk halus dan ditemukan di sumur. Kedok kejahatan tersangka terkuak melalui proses penyelidikan terhadap sejumlah saksi hingga alat bukti di lokasi. Selain itu, juga diperkuat dengan keterangan medis berupa hasil otopsi jenazah bayi. “Barang bukti penutup sumur, ada jejak sidik jari, sebagai bukti perlahan dikuak polisi. Serta baju yang dikenakan korban saat diceburkan tersangka ke sumur,” katanya. Dengan bukti itu, tambah dia, tersangka akhirnya tidak mengelak dan mengakui semua perbuatannya. “Tersangka dijerat Pasal 80 Ayat (3) juncto Pasal 76 huruf C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 atas Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan atau Pasal 44 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp 50 juta,” tegas Hery. Tersangka mengaku, ulahnya itu karena dia kerap menuai ejekan dari keluarga suaminya yang berinisial AM, maupun dari kalangan orang-orang terdekat. Dia merasa malu karena sering diejek sebagai perempuan tak berguna. Sebab, hanya bisa memberi asupan susu formula kepada bayinya, bukan dengan air susu ibu (ASI) seperti perempuan pada umumnya. “Tersangka termotivasi melakukan perbuatan tersebut karena mendapat cemoohan keluarga suaminya. Disebut belum bisa menjadi ibu jika tidak menyusui anaknya,” ulas Kapolres Hery. Selain itu, dalih tersangka membunuh bayi gara-gara pekerjaan sebagai guru PAUD yang bergaji rendah menjadi target perundungan. Tersangka dituding hanya menumpang hidup di keluarga suaminya. “Dianggap tersangka itu menikahi suaminya karena faktor ekonomi,” papar Hery. Beragam alasan tersangka boleh jadi kenyataan. Namun, lanjut Hery, bagi polisi alasan itu bukan berarti dapat membenarkan tindakan kriminal. Kecuali, tersangka tergolong sebagai orang yang terbukti secara medis kurang sempurna akal. Sehingga tidak dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. “Semua yang menjadi alibi atau keterangan tentunya akan kami tindak lanjuti. Kami akan koordinasi dengan psikolog dan psikiater untuk mendapat gambaran kondisi kejiwaan tersangka. Mengenai pengakuan bullying juga akan kami dalami. Kroscek saksi-saksi apakah betul atau justru terjadi hal lain,” pungkas Hery (maulana/radar jember)

Sumber: