Pilu, Eril Anak ‘Susah’ Ridwan Kamil Lahir di RS Khusus Warga Miskin
JAKARTA — Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil beserta istri sudah mengikhlaskan sepenuhnya dan meyakini bahwa putra sulungnya, Emmeril Kahn Mumtadz atau Eril sudah meninggal dunia karena tenggelam. Eril belum ditemukan hingga sepekan hilang saat berenang di Sungai Aare, Bern, Swiss. Eril hanyut terbawa arus pada Kamis (26/5/2022) lalu. Upaya pencarian dilakukan tim kepolisian dan SAR untuk menemukan Eril. Namun sampai dengan hari ketujuh, pencarian masih belum membuahkan hasil. Kendala keruhnya air sungai yang bersumber dari partikel lelehan salju menjadi alasan sulitnya pencarian. Dengan demikian pihak otoritas Swiss sudah mengubah status pencarian Eril. Dari awalnya berstatus mencari orang hilang (missing person) menjadi status mencari orang yang tenggelam (drowned person). Perwakilan keluarga besar yang juga kakak kandung Ridwan Kamil, Erwin Muniruzaman mengungkapkan, seluruh keluarga besar sangat mencintai Eril. Di mata keluarga melihat sosok Eril dari kecil, tumbuh kembang menunjukkan perilaku anak soleh. “Kami berprasangka baik Allah lebih mencintai almarhum Eril. Oleh karena itu, kami mengikhlaskan almarhum,” ungkap Erwin, Jumat (3/6/2022). Eril lahir di Kota New York, Amerika Serikat 25 Juni 1999. Jebolan Institut Teknologi Bandung (ITB) itu dilahirkan di salah satu rumah sakit untuk warga miskin di Kota New York saat Ridwan Kamil menempuh pendidikan S2 di sana. Kisah lahirnya Eril pernah diceritakan langsung oleh Ridwan Kamil saat menghadiri kegiatan penandatanganan kesepahaman bersama antara Pemprov Jabar dengan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) terkait Pelayanan Penyelenggaraan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia asal Jabar, di Gedung Sate, Kota Bandung, akhir Maret lalu. Kang Emil begitu mantan Wali Kota Bandung ini biasa disapa mengenang tahun 1998 silam dirinya terkena pemutusan hubungan kerja atau PHK tepat setahun setelah menjadi pekerja migran di negeri Paman Sam itu. Padahal saat ingin berangkat ke Amerika, dia diantar dengan bangga oleh keluarganya berharap dirinya meraih kesuksesan di sana. Nasib berkata lain, Kang Emil justru menelan pil pahit karena terkena PHK. Kang Emil lantas melamar di sejumlah perusahaan di sana. Dari 100 perusahaan yang ia lamar, hanya lima perusahaan yang memanggilnya untuk interview. Singkat cerita, Kang Emil diterima di salah satu perusahaan. Disitu ia kembali meniti karir dari nol. Karena kegigihannya, Kang Emil pun mendapat posisi strategis dengan gaji lumayan untuk ukuran pekerja migran. Lagi-lagi ia harus menelan pil pahit. Pihak HRD perusahaan tersebut lupa mengurus perpanjangan visa kerjanya sehingga dengan terpaksa ia harus diputus kontrak. Jadilah kembali Kang Emil menganggur. Sementara sang istri Atalia Praratya ketika itu tengah mengandung Eril dengan usia kandungan sudah 8 bulan. Ia dan Atalia tidak bisa segera pulang ke Tanah Air karena wanita hamil 8 bulan tidak dibolehkan naik pesawat. Ia pun berusaha kembali bekerja di New York walau tanpa visa dengan status ilegal migran. Kang Emil mengatakan saat itu biaya persalinan di rumah sakit di New York mencapai Rp 70 juta. Dengan status demikian, Kang Emil dilanda kebingungan. “Uang dari mana?” kenangnya. Demi bisa mendapatkan jaminan persalinan, terpaksa sang istri melahirkan putra pertama mereka di rumah sakit khusus orang miskin di New York. “Anak pertama Gubernur Jabar akhirnya lahir dengan status warga miskin kota penerima bansos,” ungkap Kang Emil. Dua bulan setelah Eril lahir, Kang Emil baru bisa memboyong keluarganya pulang ke tanah air. (dra/fajar)
Sumber: