Jadi Korban Salah Tangkap, Toyibi Menang Gugatan atas Polisi-Kejari-Kemenkeu
NEGARA – Muhammad Toyibi, korban salah tangkap melakukan perlawanan terhadap pihak-pihak yang telah menangkap atau menahannya. Setelah dipastikan bahwa dia tak terbukti melakukan pemerasan, warga Desa Banyubiru, Jembrana ini pun menggugat praperadilan ganti kerugian terhadap polisi, jaksa, dan Kementerian Keuangan. Dalam gugatan itu, dia menang dan mendapat uang jutaan rupiah. Memang, proses hukum oleh kepolisian, kejaksaan hingga pengadilan bukan berarti tanpa celah kesalahan. Seperti yang dialami M. Toyibi. Dia sempat ditahan, dan diadili sebagai terdakwa kasus pemerasan. Dalam sidang di pengadilan tingkat pertama, yakni PN Negara, Toyibi dinyatakan terbukti bersalah. Namun, dia tak patah arang. Toyibi mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Bali. Putusannya, dia tidak berbukti bersalah. Giliran jaksa mengajukan kasasi, namun putusannya Toyibi juga tak terbukti. Sepanjang menjalani proses hukum dari kepolisian hingga pengadilan, Toyibi harus meringkuk di sel tahanan selama 7,5 bulan. Karena itu, Muhammad Toyibi, menggugat praperadilan ganti kerugian pada termohon Kejaksaan Negeri (Kejari) Jembrana, Polres Jembrana dan Kementrian Keuangan Republik Indonesia. Permohonannya untuk ganti kerugian sebagai korban salah tangkap yang telah menjalani penahanan begitu lama. Permohonan gugatan praperadilan ganti kerugian Toyibi dikabulkan Pengadilan Negeri (PN) Negara. Hakim tunggal Wajihatut Dzikriyah, mengabulkan permohonan ganti kerugian pemohon untuk sebagian. Kemudian menghukum para termohon untuk memberikan ganti kerugian kepada pemohon sejumlah Rp15.342.612. “Memerintahkan turut termohon untuk tunduk dan patuh terhadap penetapan ini,” demikian bunyi putusan yang dibacakan, Selasa (31/5). Humas PN Negara Ni Putu Asih Yudiastri menjelaskan, putusan praperadilan ganti kerugian sudah diketok palu. Setelah putusan praperadilan ini, tidak ada upaya hukum lagi sehingga pihak termohon harus menjalani putusan “Setelah putusan ini, tidak ada lagi upaya hukum dari termohon,” jelasnya Secara terpisah, Muhammad Toyibi yang memenangkan praperadilan ganti kerugian, merasa lega dengan putusan meski tidak sesuai dengan permohonan. Sejatinyaa dalam permohonan ganti kerugian, dia meminta sebesar Rp 22 miliar. Angka itu bila dihitung dari kerugian akibat menjalani penahanan selama 225 hari atau 7 bulan 15 hari. “Kerugian itu dihitung dari pendapatan sehari menjalani usaha saya sebesar Rp100 juta per hari. Karena menjalani penahanan, tidak bisa menjalankan usaha hingga bangkrut,” kata pengusaha kayu asal Desa Banyubiru ini. Toyibi lalu menceritakan awal kasus yang menjeratnya hingga gugatan praperadilan ganti kerugian yang dimenangkan. Menurutnya, berawal dari utang piutang, Toyibi memberikan utang pada Arifin dengan janji seminggu akan dikembalikan. “Sampai setahun tidak dibayar utangnya,” ujarnya. Toyibi melaporkan utang piutang tersebut ke polisi, namun tidak ada tindaklanjutnya. Akhirnya, meminta bantuan pada mantan polisi I Putu Adi Guna dan seorang anggota TNI aktif untuk menagih utang langsung ke rumahnya di Banyuwangi. Tetapi tetap tidak bisa bayar dengan dalih tidak punya uang. Sehingga yang punya utang diminta datang langsung ke Bali. Saat itu, Toyibi akan melaporkan ke polisi, karena pihak keluarga menjanjikan akan membayar, maka batal lapor polisi. Dari total utang Rp50 juta, dibayar separuh Rp25 juta. Bahkan sudah ada surat pernyataan antara pihak Toyibi dan Arifin yang memiliki utang untuk membayar sisa kekurangan yang belum dibayar. Namun selang sepuluh hari kemudian, I Putu Adi Guna memeras Arifin. Awalnya meminta Arifin datang ke Bali membawa uang agar laporan utang piutang tidak dilanjutkan. Saat penyerahan uang itu, I Putu Adi Guna langsung ditangkap polisi. “Pemerasan itu tanpa sepengetahuan saya. Saya tidak tahu sama sekali adanya pemerasan,” tegasnya. Akan tetapi, setelah dua kali dijadikan saksi kasus I Putu Adi Guna, ternyata penyidik Satreskrim Polres Jembrana menetapkan Toyibi sebagai tersangka kemudian ditahan. Toyibi sempat mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka tersebut, namun digugurkan karena sudah ada penetapan persidangan. Hingga akhirnya, dalam sidang di PN Negara memutus Toyibi dipidana penjara selama 2 tahun. Sehingga, Toyibi mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Bali, putusan banding bebas tidak terbukti bersalah ikut serta melakukan tindak pidana pemerasan. Atas putusan tersebut, Kejari Jembrana mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Putusan kasasi MA, menolak kasasi Kejari Jembrana, sehingga putusan tetap pada putusan banding PT Bali yang membebaskan terdakwa karena tidak terbukti bersalah. Mengenai putusan praperadilan yang memenangkan ganti rugi, menurut Toyibi, masih berpikir lagi untuk mengajukan gugatan pemulihan nama baiknya. Karena dengan proses hukum yang dijalani, selain usahanya bangkrut, kehidupan sosial bermasyarakat nama baiknya tercemar. “Saya memang pernah dipenjara karena kasus ilegall logging, tapi kalau dituduh memeras saya tidak pernah melakukan,” tegasnya. (bas/radarbali.id)
Sumber: