Santri Dibawah Umur Digilir Satu-satu, Oknum Ponpes Ini Malah Bilang Suka Sama Suka
PALEMBANG – Belasan santri didamping orang tuanya hadir di Pengadilan Negeri (PN Palembang. Mereka sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana asusila dengan korban puluhan anak (pedofil) oleh dua oknum pengurus salah satu pondok pesantren (Ponpes) di Ogan Ilir, yakni terdakwa Junaidi (22) dan Imam Akbar (20). Sidang digelar tertutup untuk umum , di ruang Garuda lantai II, PN Palembang, Kamis (27/1) dengan majelis hakim diketuai Dr Fahrein, SH MHum serta dua hakim anggota Taufik Rahman SH serta Fatimah SH MH. Sementara, dua terdakwa yakni Junaidi (22) serta Imam Akbar (20) dihadirkan secara virtual dari balik jeruji penahan Polda Sumsel, oleh dua Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumsel Rini Purnamawati SH MH serta Nenny Karmila SH. Tidak hanya didampingi oleh orang tua masing-masing santri, di dalam ruang persidangan juga nampak dihadiri beberapa petugas dari Kementrian Sosial serta petugas dari Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Sumsel. Namun, para petugas terutama dari Kementrian Sosial serta petugas LPAI, lebih memilih untuk bungkam dan menghindari awak media ketika hendak dimintai tanggapan terkait perkara tersebut. Abdurrahman Ratibi SH, selaku penasihat hukum dua terdakwa yang ditunjuk oleh majelis hakim PN Palembang mengatakan, dalam persidangan, menjelaskan ada total 30 saksi yang dihadirkan, terdiri dari santri, pengurus serta orang tua dari korban. “Dari keterangan saksi yang dihadirkan sebagian besar yakni santri laki-laki adalah korban yang digilir oleh terdakwa secara bergantian, dan itu diakui oleh terdakwa yang didengar oleh majelis hakim,” ungkap Abdurrahman Ratibi SH dikonfirmasi melalui sambungan telepon. Dijelaskannya, bahwa berdasarkan pengakuan kliennya, perbuatan itu tidak ada unsur paksaan, melainkan suka sama suka. “Sementara, khusus terdakwa Imam Akbar di persidangan tadi ia mengaku melakukan tindakan asusila hanya satu santri saja,” jelasnya. Diketahui dalam dakwaan JPU, dugaan tindak pidana asusila yang dilakukan oleh kedua terdakwa telah terjadi pada Agustus 2020 hingga tahun 2021 silam. Modusnya, terdakwa dengan merayu korban dan mengancam korban apabila berani mengadukan perbuatannya tersebut. Atas perbuatannya, kedua terdakwa sebagaimana dakwaan JPU diatur dan diancam dalam Pasal 82 ayat (1), (2) dan (4) Jo. Pasal 76E UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-undang Jo Pasal 65 KUHP. (fdl)
Sumber: