Dihukum 3 Tahun Penjara, Tiga Terdakwa Petinggi PT DHD Nyatakan Pikir-Pikir

Senin 20-11-2023,16:23 WIB
Reporter : Admin 07
Editor : Admin 07

PALEMBANG,- Tiga terdakwa petinggi PT Darsa Harkam Darussalam (DHD) Farm Indonesia, menyatakan pikir-pikir usai divonis pidana masing-masing tiga tahun penjara oleh majelis hakim PN Palembang atas kasus penipuan dan penggelapan investasi budidaya lele. Tiga terdakwa tersebut yakni Heriyanto Wahab Komisaris Utama, Dodi Sulaiman Direktur Utama, serta Irma Wahida Direktur Keuangan PT DHD Farm Indonesia. Dalam sidang yang digelar, Senin (14/3) ketiganya dihukum majelis hakim diketuai Fatimah SH MH karena telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana penipuan dan merugikan orang banyak, terlebih kepada nasabah atau para investor PT DHD. "Sebagaimana diatur dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumsel, melanggar Pasal 378 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang penipuan," ungkap hakim ketua Fatimah dalam petikan amar putusannya. Diketahui, vonis pidana yang dijatuhkan tersebut lebih rendah dari tuntutan JPU Kejati Sumsel, yang kala itu menuntut agar tiga terdakwa dapat dihukum masing-masing selama 3 tahun penjara. Atas vonis tersebut, ketiga terdakwa yang dihadirkan secara online dengan didampingi tim penasihat hukum masing-masing menyatakan pikir-pikir, hal yang serupa juga dinyatakan JPU Kejati Sumsel dan diberikan waktu tujuh hari untuk menyatakan sikap terima atau banding. Usai sidang, Muhammad Widad SH selaku penasihat hukum terdakwa Heriyanto mengatakan, secara pribadi tidak berkeberatan dengan vonis tersebut, dikarenakan sebelumnya telah mengakui perbuatannya. "Namun, untuk langkah hukum selanjutnya masih tetap akan kami koordinasikan dahulu dengan klien, maka dari itu tadi kami nyatakan pikir-pikir," ungkapnya. Dijelaskannya juga, bahwa dalam perkara ini juga terungkap fakta persidangan adanya pihak lain yang disinyalir ikut terlibat, ia berharap agar pihak penyidik selanjutnya dapat mengembangkan perkara ini. Terpisah, JPU Kejati Sumsel Bravo Swastikara SH menjelaskan bahwa dalam perkara ini skemanya sudah jelas, bahwa yang ditawarkan ke mitra adalah hasil investasi budidaya ikan lele. "Pada kenyataannya setelah dilakukan pemeriksaan di persidangan ditemukan fakta bahwa uang yang didapatkan adalah uang dari mitra lainnya, istilahnya tutup lobang gali lobang, sehingga korban pelapor mengalami kerugian senilai Rp 1,2 miliar," ujar Bravo. Untuk diketahui, perkara ini berawal saat terdakwa Heriyanto serta terdakwa Dodi Sulaiman melakukan bisnis budidaya ikan lele Bioftik dengan membuka usaha yang diberi nama Darsa Harkam Darussalam (DHD) yang bergerak di bidang menjual bibi sangkal dalam bentuk paket seperti kolam, bibit dan pakan ikan, yang mana hal tersebut menjadi ketertarikan bagi masyarakat untuk bergabung menjadi mitra di Darsa Harkam Darussalam sehingga jumlah mitra pun bertambah sebanyak 2000 orang. Seiring berjalannya waktu Darsa Harkam Darussalam mengalami kerugian sehingga terdakwa bersama Heryanto dan saksi Rudi Salam berdiskusi dan sepakat untuk mendirikan PT. Darsa Harkam Darussalam sesuai dengan Akta Pendirian Nomor : 24 tanggal 29 Oktober 2019. Dengan diubahnya Darsa Harkam Darussalam menjadi PT DHD, kemudian para terdakwa juga mengubah metode sebelumnya dengan metode plasma dengan sistem keuntungan bagi hasil yakni 80% untuk mitra dan 20 % untuk PT. DHD. Di tahun 2020 PT. DHD berhasil mencapai 5.000 mitra dengan sembilan cabang kolam di daerah Ogan Ilir, Prabumulih, Ogan Komering Ulu Selatan, Ogan Komering Timur, Muara Enim, Pali, Muaratara, Lampung dan Jambi. Hingga salah seorang korban bernama Mustar pun tertarik dengan menginvestasikan sejumlah uang miliknya Rp 1,2 miliar lebih, dengan perjanjian bagi hasil sebesar 80:20 artinya 80 itu milik mitra (investor), 20 milik PT. DHD, dan diimingi keuntungan yang diterima oleh mitra sebesar Rp.956.800/ 40 hari selama 5 Tahun dengan mengambil sebanyak 104 kolam. Bahwa kala itu saat korban melakukan penagihan karena pembayaran keuntungan tidak di kirim oleh perusahaan, namun pihak perusahaan hanya menjanjikan secara lisan untuk diselesaikan dan minta tempo waktu. Saat itu, pihak perusahaan mengaku uang yang diinvestasikan oleh korban tidak digunakan untuk pembudidayaan lele melainkan digunakan untuk gaji karyawan, uang operasional dan untuk hasil panen mitra lainnya. Kesal merasa dipermainkan, akhirnya korban pun melaporkan kepada pihak berwajib. (Fdl)

Tags :
Kategori :

Terkait