Maroko Singa Atlas Berjuang Ukir Sejarah

Maroko Singa Atlas Berjuang Ukir Sejarah

Kejutan terbesar pada Piala Dunia 2022 tidak lain diciptakan Maroko. Singa Atlas mencapai semifinal meski berjuang dalam kondisi unik. Mayoritas dari anggota skuat lahir di negara lain, tepatnya 14 dari 26 orang. Daftarnya pun bukan sembarangan, melainkan pilar-pilar tim. Yassine Bounou, yang sudah membukukan tiga clean sheet di Piala Dunia Qatar, lahir di Montreal, Kanada. Achraf Hakimi (Madrid) dan Munir Mohamedi (Melilla) lahir di Spanyol. Kapten Romain Saiss (Bourg-de-Peage) dan Sofiane Boufal (Paris) lahir di Prancis. Sedangkan Noussair Mazraoui (Leiderdorp), Sofyan Amrabat (Huizen), Hakim Ziyech (Dronten), hingga Zakaria Aboukhlal (Rotterdam) lahir di Belanda. Dari Belgia ada Selim Amallah (Hautrage), Ilias Chair (Antwerp), Bilal El Khannous (Strombeek-Bever), dan Anass Zaroury (Mechelen). Sementara Walid Cheddira lahir di Loreto, Italia. Bersama putra-putra kelahiran Casablanca, Safi, Fes, dan Beni Mellal, mereka menciptakan sejarah menjadi wakil Afrika pertama yang mencapai semifinal Piala Dunia. Maroko melampaui capaian Kamerun (1990), Senegal (2002), dan Ghana (2010) yang terhenti di 8 besar. Kumpulan diaspora ini bukanlah kacang yang lupa kulitnya. Ziyech dan kawan-kawan memaksimalkan keuntungan yang didapat dari negara kelahiran untuk kepentingan tanah leluhur. Dalam hal ini bekal yang diterima adalah ilmu sepak bola. Harus diakui pembinaan sepak bola lebih baik di Eropa. Sistem di sana sudah berjalan mulus untuk melahirkan pemain-pemain terbaik. Anak-anak keturunan Maroko berkembang di sana dan hasilnya terlihat di Qatar. Dengan pembinaan dan talenta yang dimiliki, para diaspora Maroko sudah mendapat godaan untuk membela tanah kelahiran di pentas internasional. Ada banyak keuntungan juga yang didapat. Salah satunya berupa prestise. Dengan memperkuat negara Eropa, karier mereka otomatis turut terdongkrak. Beberapa diaspora itu bahkan sudah tampil bersama tim nasional junior negara kelahiran. Namun, ketika proposal sesungguhnya tiba, para diaspora Maroko memilih membela tanah leluhur. "Meski lahir di Belanda, saya merasa sebagai orang Maroko. Banyak orang tidak mengerti perasaan yang saya punya," kata Ziyech saat memilih tim nasional, tujuh tahun lalu. Seperti diketahui, FIFA mengizinkan pemain berganti haluan di level internasional, asalkan yang bersangkutan belum bermain di level senior. Maroko memaksimalkan itu untuk membangun timnas yang kini ditakuti.(net/rel*)

Sumber: