Heboh Kadisdikbud Beri Usulan Kepsek Boleh Beristri Dua, Benarkah?

Heboh Kadisdikbud Beri Usulan Kepsek Boleh Beristri Dua, Benarkah?

BANJARMASIN – Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalsel, Muhammadun memenuhi panggilan Komisi IV DPRD Kalsel, kemarin (13/7) siang. Isunya, terkait kontroversi yang menyelimuti pejabat yang akrab disapa Madun tersebut. Namun, Sekretaris Komisi IV, Firman Yusi menepisnya. Dijelaskannya, dewan memanggil Madun untuk membahas usulan rancangan anggaran tahun 2023. Di media sosial, beredar selembar surat yang ditujukan kepada gubernur. Isinya, meminta gubernur memperhatikan usulan sang kadisdik. Apa usulannya? Bahwa seorang kepsek, boleh-boleh saja beristri dua. Persoalannya, kata Yusi, identitas pengirim surat itu sumir. “Saya khawatir ini hanya candaan yang ditanggapi terlalu serius. Surat itu hanya berdasar tangkapan layar dari sebuah grup WhatsApp,” tukas politikus PKS ini. Tak cukup satu, ternyata ada dua kontroversi sekaligus. Madun membuat semacam “survei”. Menanyakan apakah dirinya pantas atau tidak diangkat gubernur sebagai kepala dinas. Madun dilantik 14 April lalu. Edaran yang tak lazim itu memicu kasak-kusuk di kalangan kepala sekolah. Yusi mengaku tak bisa menilai, apakah perbuatan Madun itu benar atau salah. “Layak atau tidak, kalau sudah diangkat, artinya tinggal dibuktikan saja dalam kinerjanya,” tegasnya. Seorang kepsek di Kota Banjarbaru yang meminta namanya tak dikorankan menceritakan, masalah ini berawal dari pengangkatan, mutasi dan pemberhentian 185 kepsek se-Kalsel pada 14 Juni lalu. Madun kemudian membuat edaran, jika para kepsek dan guru ikhlas atas kebijakan itu, maka silakan menulis surat persetujuan. Dia termasuk yang enggan menulis surat tersebut. “Prinsipnya, kadis ditunjuk gubernur. Jadi tak perlu ada persetujuan dari kepsek atau guru,” ujarnya. Seorang kepsek di Kota Banjarmasin menimpali, sebenarnya Madun hanya sedang menggalang dukungan. Setahunya, Madun sedang berseteru dengan Wakil Ketua Dewan Pendidikan Kalsel, Prof Muhammad Hadin Muhjad. Hadin menilai, pelantikan dan pemberhentian kepsek berjemaah itu cacat hukum. Benarkah? Madun memberikan klarifikasi di gedung DPRD kemarin. “Tim pertimbangan diisi unsur dinas, pengawas sekolah, sekdaprov dan dewan pendidikan,” ujarnya. Kami sudah ada rapat. Pendapat-pendapat ditampung. Juga ada evaluasi,” sambungnya. Menurutnya, semua ini gara-gara salah paham semata. “Bila ada yang tidak diangkat, mungkin karena masih berusia muda dan tidak mengusulkan diri. Itulah klarifikasi dari saya,” pungkas Madun. Cacat Hukum Wakil Ketua Dewan Pendidikan Kalsel, Prof Hadin Muhjad sudah melaporkan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalsel, Muhammadun ke Kemenristekdikti hingga Komisi ASN. Dia menilai, pelantikan 185 kepsek SMA, SMK dan SLB pada 14 Juni lalu menyalahi aturan. KASN sendiri telah meminta klarifikasi pada Senin (11/7) tadi di Banjarbaru. Dikonfirmasi, Hadin menyebut ada yang aneh dan tak wajar dari kebijakan kadisdik. Sebab, dewan pendidikan tak menjadi bagian dalam tim pertimbangan kebijakan tersebut. “Tak pernah dilibatkan. Artinya tak sesuai prosedur,” ujarnya kemarin (13/7). Diingatkannya, dalam Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi Nomor 40 Tahun 2021 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah, disebutkan perlunya rekomendasi dari tim pertimbangan. “Dalam tim pertimbangan ada unsur dewan pendidikan,” tegasnya. Lalu, mengacu Surat Keputusan Gubernur Kalsel Nomor 188.44/013/KUM/2022 tertanggal 3 Januari 2022, juga disebutkan bahwa dewan pendidikan bertugas memberikan pertimbangan terkait pengangkatan kepala sekolah. “Maka, karena satu unsur tak dilibatkan, artinya cacat hukum,” pungkas Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat tersebut. (gmp/ris/mof/gr/fud)

Sumber: