Jemaah Haji Mujamalah Bayar Rp250 Juta, Ternyata Visa Palsu

Jemaah Haji Mujamalah Bayar Rp250 Juta, Ternyata Visa Palsu

JAKARTA – Sejumlah kasus jemaah haji mujamalah (furoda/undangan dari Saudi) gagal berangkat terus bermunculan. Sebab, sampai saat ini Arab Saudi tidak kunjung menerbitkan visa haji mujamalah. Misalnya, yang dialami rombongan jemaah haji mujamalah asal Sulawesi Selatan. Hingga kemarin rombongan yang berisi 31 orang itu masih tertahan di Kuala Lumpur, Malaysia. Mereka bahkan sempat diterbangkan ke Thailand, tetapi kemudian kembali lagi ke Kuala Lumpur. Informasi dari salah satu keluarga jemaah, rombongan tersebut sedang menunggu pesawat tujuan India. Mereka tetap berharap bisa berhaji dengan visa mujamalah. Sebab, mereka sudah menyetor ongkos haji sekitar Rp250 juta per orang. Untuk rombongan lainnya, ada yang sudah mendarat di Jeddah. Tetapi, mereka tidak bisa keluar dari bandara. Petugas bandara tidak mengizinkan mereka keluar karena tidak bisa menunjukkan visa haji. Akhirnya, rombongan yang berisi 46 WNI itu dipulangkan kembali ke tanah air. Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kemenag Nur Arifin menuturkan, travel yang mengangkut 41 WNI tersebut tidak memiliki izin sebagai penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK). Dia menegaskan, haji khusus dan haji mujamalah hanya bisa dilaksanakan oleh PIHK yang berizin resmi dari Kemenag. ”Berdasarkan hasil investigasi tim kami, pihak travel mendapatkan visa (haji) dari Singapura. Dan, ternyata visa itu palsu,” jelasnya. Karena itu, sesampainya di Jeddah, otoritas Arab Saudi menolak mereka. Sementara itu, seluruh calon jemaah haji reguler telah diberangkatkan. Minggu (3/7/2022) dua kloter terakhir mendarat di Bandara King Abdul Aziz, Jeddah. Yakni, kloter 44 Embarkasi Jakarta–Bekasi (JKS) yang berisi 255 orang dan kloter 43 Embarkasi Solo (SOC) dengan jumlah 360 orang. Untuk jemaah haji khusus, masih ada pemberangkatan dalam beberapa hari ke depan. Total ada 92.668 jemaah haji reguler yang berangkat. Dengan total kuota jemaah reguler 92.825 orang, ada 157 jemaah (0,17 persen) yang batal berangkat. Di antaranya, dengan alasan kesehatan atau sakit. Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama Hilman Latief menuturkan, saat ini seluruh kegiatan jemaah Indonesia terpusat di Makkah. Pihaknya kini menyiapkan pembagian tim untuk menghadapi masa puncak ibadah haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina yang dimulai pada 8 Juli mendatang. Selain itu, dilakukan pendataan terhadap jemaah yang tidak bisa melaksanakan wukuf sendiri dan harus didampingi petugas kesehatan untuk safari wukuf. Begitu pula jemaah yang sakit berat sehingga tidak bisa meninggalkan rumah sakit dan harus dibadalkan. Termasuk calon jemaah haji yang wafat. (jp)

Sumber: