Kasus BOS SMA 1 Mekakau Ilir, Saksi Arman akan Dijemput Paksa

Kasus BOS SMA 1 Mekakau Ilir, Saksi Arman akan Dijemput Paksa

PALEMBANG - Pidsus Kejaksaan Negeri (Kejari) OKUS, saat ini terus mendalami adanya keterlibatan pihak lain yang bertanggung jawab dalam lingkaran kasus dugaan korupsi dana afiliasi Bantuan Operasional Sekolah (BOS) SMA 1 Mekakau Ilir tahun anggaran 2019-2020. Kasus ini menjerat oknum mantan Kepala Sekolah SMA 1 Mekakau bernama Febri Susanto, dan saat ini menjalani proses persidangan dengan agenda pembuktian perkara dengan mendengarkan keterangan saksi-saksi yang dihadirkan oleh penuntut umum Kejari OKUS. Kasi Pidsus Kejari OKUS, Wawan Kurniawan SH MH dikonfirmasi Sabtu (11/6) menerangkan dimana dalam sidang pemeriksaan perkara ini di Pengadilan Tipikor Palembang, terungkap fakta adanya dugaan pembelian puluhan unit tablet Advan oleh seseorang bernama Arman sebagai pihak ketiga rekanan SMA 1 Mekakau Ilir yang tidak sesuai pesanan. "Arman ini sudah dua kali mangkir dari panggilan sebagai saksi di persidangan, kabar terakhir tidak bisa hadir alasannya karena merawat adiknya sakit di Jambi, meski begitu majelis hakim memerintahkan untuk tetap memanggil kembali dan wajib hadir di persidangan," ungkap Wawan. Menurut Wawan, alasan Arman dipaksakan dan wajib dihadirkan dalam persidangan selain terdakwa Febri Susanto karena Arman juga mempunyai peran penting dalam perkara yang telah merugikan keuangan negara senilai Rp530 juta. "Jika nanti ternyata saksi Arman tidak hadir, maka akan kami panggil paksa untuk hadir dipersidangan," tegas Wawan. Dijelaskannya, Arman selaku pihak ketiga disinyalir telah melakukan manipulasi pembelian puluhan unit tablet merk Advan untuk pembelajaran siswa, yang seharusnya tablet tersebut sebagaimana permintaan terdakwa adalah merk Samsung, yang jelas jauh berbeda kualitasnya. Diungkapkannya juga, bahwa terhadap pembelian puluhan unit tablet tersebut di beli dari MDP Store Palembang, yang mana juga diperoleh fakta pihak MDP Store Palembang dianggap telah menyalahi aturan karena mengakses langsung program Sistem Informasi Pengadaan Sekolah (SIPlah), yang seharusnya hanya boleh diakses oleh pihak sekolah dalam hal untuk pengadaan barang dan jasa. "Itu telah ditegaskan juga oleh majelis hakim saat pihak MDP dihadirkan sebagai saksi, bahwa MDP juga telah menyalahi aturan," ujarnya. Menurutnya, Pidsus Kejari OKUS akan mendalami peran-peran dari pihak lain dalam perkara ini dan tidak menutup kemungkinan dalam perkara ini akan ada penetapan tersangka baru, namun untuk saat ini masih fokus pembuktian perkara untuk terdakwa Febri Susanto terlebih dahulu. Secara singkat ia menguraikan, bahwa terdakwa Febri Susanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa penyelewengan dana BOS yang di kelola oleh terdakwa sendiri dana berupa dana BOS afirmasi serta dana bos reguler tahun 2020 tahap I dan II. "Selaku Kepsek, terdakwa mengelola dana BOS ini secara sendiri, biak dalam pencairan dan penggunaannya sendiri tanpa melibatkan tim dari SMA 1 Mekakau yang ditunjuk atau dibentuk oleh kepsek itu sendiri," kata Wawan. Lebih jauh dikatakannya, Dana BOS ini untuk penggunaan terkait tentang sekolah, yang dicairkan sebesar Rp 120 juta yang diterima oleh bendahara dan dikelola bendahara. Namun, dana yang dikelola tersebut tidak sesuai dana yang seharusnya diterima. Sehingga, lanjut Wawan atas perbuatan terdakwa berdasarkan audit kerugian negara sekitar Rp 530 juta, yang mana pada saat penyidikan terdakwa mengaku uang tersebut digunakan sebagian untuk keperluan pribadi. "Terdakwa kita jerat dengan dakwaan sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," tandasnya. (fdl)

Sumber: