2022 Petani Muratara Banyak Frustasi, Siap Alih Lahan Jadi Kebun Sawit
MURATARA - Pemerintah Kabupaten Muratara terus upayakan optimalisasi lahan terlantar untuk mengatasi trend alih fungsi lahan pertanian ditengah masyarakat. Dampak sejumlah faktor seperti kekeringan, mendesak petani di wilayah mulai beralih tani ke perkebunan sawit. Apriyadi warga Kecamatan Karang Jaya yang sempat dibincangi, Minggu (10/4) mengaku di wilayah mereka lahan pertanian sudah sangat kritis. Banyak masyarakat yang melakukan alih fungsi lahan pertanian menjadi perkebunan sawit. Kondisi itu juga merata terjadi di wilayah kecamatan di Muratara lainnya. "Muratara tida seperti Tugumulyo, ada saluran irigasi besar yang bisa mengaliri sawah dan kolam. Di sini rata rata sawah tadah hujan, kalau kemarau sawahnya kering," katanya. Harga komoditas sawit yang tinggi, mengakibatkan animo masyarakat berubah haluan. Sekarang banyak sawah dan kebun karet berubah jadi lahan sawit. Menurutnya, kejadian itu sudah dianggap lumrah karena para petani juga memiliki pilihan tersendiri untuk memenuhi kebutuhan mereka. "Sekarng rato dari ulu sampai ilir banyak warga nanam sawit, Kalau panen padi cuma biso duo kali satu tahun, kalau sawit yang biso panen terus sepanjang tahun," akunya. Warga mengatakan, tidak dapat berharap lebih dari Pemerintah, terlebih lagi dengan kebijakan Pemerintah yang selama ini tidak pro dengan masyarakat. Status Pandemi Covid, penerapan PPKM, kenaikan harga BBM, kebutuhan pokok, membuat kebutuhan petani seperti kapur pertanian, racun rumput dan pupuk ikut alami kenaikan harga. "Petani memiliki kebebasan untuk mencari penghasilan lebih. Dibandingkan menanam padi di sawah, sekarang banyak yang memilihsawit," tegasnya. Sebelumnya, stap ahli bidang kehutanan Pemda Muratara Firdaus mengatakan, penanaman pohon sawit yang gencar dilakukan masyarakat saat ini tentunya akan memiliki dampak secara gelobal. Terlebih lagi, jika penanaman sawit dilakukan dibagian hulu yang dapat mengakibatkan dampak secara langsung seperti efek rumah kaca, serapan air tanah berkurang, hingga sejumlah potensi bencana seperti banjir bandang dan tanah longsor. "Sawit itu kurang baik dalam menyerap karbon dan banyak menyerap air dan oksigen. Efek global tentunya bisa terjadi seperti suhu yang lebih panas dari sebelumnya di wilayah kita," bebernya. Pihaknya mengaku, warga yang melakukan penanam komoditas sawit harus ikut memperhatikan kaidah kaidah yang berlaku, "Seperti tidak boleh menanam sawit di pinggir sungai dan di hulu sungai, apa lagi mengganti hutan dengan sawit. Itu akan memutus rantai ekosistem," timpalnya. Terpisah, Kepala Desa Bukit Langkap, Dobi menururkan mayoritas sawah di wilayah mereka merupakan sawah tadah hujan. Dari luas lahan produktif yang terendam sekitar 110 hektar sekitar 40 hektare lagi sudah tidak produktif. "Di desa kita ini mulai banyak yang nanam sawit, kiri kanan sudah dikepung sawit semua. Tapi alahamdulilah untuk tanaman seperti karet tidak langsung warga tebang," bebernya. Sebelumnya, kepala Dinas Pertanian dan perikanan Kabupaten Muratara, Ade Mairi mengungkapkan pihaknya terus mengglakan masyarakat di Muratara untuk kembali kelabang. Dengan menggarap lahan mereka agar tetal produktif. Selain menargetkan 7000 hektare lahan berpotensi di wilayah Muratara yang belum digarap menjadi sawah. Mereka juga memiliki program pengembangan tanaman kholtikultura yang berpotensi ekonomis seperti bawang merah. "Mayoritas kita sawah tadah hujan, jadi cuma bisa panen satu kali dalam satu tahun. Karena sering terkena bencana banjir dan kekeringan, banyak lahan sawah di wilayah kita, ditinggalkan masyarakat," katanya. Dia mengungkapkan, pemerintah daerah sudah berupaya untuk meningkatkan potensi lahan tidur tersebut. Dengan melakukan optimalisasi seperti, menggunakan sistem pompanisasi, membuat saluran irigasi, hingga pembagian bibit dan lainnya. "Di 2020 sudah ada 700 hektare lahan yang kita kembalikan fungsinya. Dari program awal sampai saat ini sudah ada sekitar 2300 hektare. Artinya di 2020 ada 3000 hektare, lahan produktif di Muratara," ucapnya.(cj13)
Sumber: