Eropa Lebih Peduli Konflik Ukraina, Bahkan Lebay Jika Dibandingkan dengan Konflik Palestina, Suriah, Yaman, Li

Eropa Lebih Peduli Konflik Ukraina, Bahkan Lebay Jika Dibandingkan dengan Konflik Palestina, Suriah, Yaman, Li

UKRAINA - Ketika dunia Barat bersama-sama mendukung Ukraina selama invasi Rusia, pengguna media sosial berbahasa Arab cenderung enggan menunjukkan solidaritas. Penyebabnya diduga karena kurangnya dukungan internasional untuk populasi Arab pada saat terjadi pergolakan serupa di negeri mereka. Pada platform seperti Facebook dan Twitter, banyak posting dalam bahasa Arab menyoroti standar ganda Barat yang dianggap lebih terlihat peduli saat terjadi konflik Ukraina dibanding sikap acuh saat itu terjadi pada negara-negara seperti Palestina, Suriah, Yaman, Libya, dan Irak. Banyak warganet melihat kemunafikan lebih lanjut di negara-negara Barat yang buru-buru mengutuk dan memberi sanksi kepada Rusia sementara membiarkan kebijakan Israel terhadap Palestina. Dukungan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky terhadap Israel juga tidak diterima dengan baik. Persamaan lain yang ditarik oleh pengguna berbahasa Arab termasuk penerimaan Eropa terhadap Ukraina yang melarikan diri dari negara mereka versus migran Timur Tengah dan Afrika. Mahmoud Pargoo, rekan peneliti di Institut Alfred Deakin di Melbourne, memetakan tren ini dengan menggunakan tweet dalam bahasa Arab yang diposting antara 22 Februari dan 15 Maret. Pargoo menemukan bahwa hampir 12 persen dari semua posting berbahasa Arab yang membahas perang Rusia-Ukraina yang memiliki total enam juta tweet juga menyebutkan Suriah, Yaman, Irak, Afghanistan, dan Palestina. "Ini seperti perspektif tingkat kedua ke Ukraina entah bagaimana, mereka melihat sesuatu di Ukraina tentang diri mereka sendiri, atau cerminan dari keluhan mereka," kata Pargoo kepada Newsweek. Sementara Dina Matar, profesor di School of Oriental and African Studies (SOAS) di London mengatakan banya orang kesal karena Barat dan medianya menunjukkan perhatian berbeda ketika itu menyangkut konflik yang terjadi di Ukraina dan negara-negara Arab. "Hal yang membuat orang sedikit kesal adalah apa yang mereka lihat sebagai perbedaan dalam perhatian internasional, juga dalam liputan media dan bahasa yang digunakan untuk berbicara tentang para korban dan apa yang disebut di media Barat dan media lainnya," kata Matar. "Sementara istilah dan kata-kata ini tidak digunakan dengan cara yang sama ketika membahas, katakanlah, kerusuhan atau protes atau kekerasan dalam konteks dunia Arab," ujarnya. Dukungan untuk Rusia merupakan sesuatu lazim di lingkungan media sosial berbahasa Arab, karena Kremlin dianggap melawan imperialisme Amerika. Narasi semacam itu juga dapat ditemukan di antara komentator Barat terkemuka yang mencap diri mereka sebagai anti-imperialis. Di Facebook, grup berbahasa Arab yang berfokus pada perkembangan Ukraina-Rusia mengumpulkan puluhan ribu anggota dan beberapa posting harian memuji Rusia. Beberapa lainnya menunjukkan dukungan untuk Ukraina. Matar mengatakan bahwa kecenderungan di kalangan orang Arab untuk mengasosiasikan Rusia dengan anti-imperialisme memiliki sejarah panjang yang terkait dengan perjuangan melawan imperialisme dan kolonialisme."l "Sentimen umum semacam ini memiliki sejarah panjang," kata Matar. "Jadi itu bukan sesuatu yang baru, tapi kembali ke Perang Dingin, bahkan sebelum Perang Dingin," lanjutnya. Sebuah jajak pendapat yang diterbitkan pada bulan Maret oleh Pusat Penelitian Kebijakan dan Survei Palestina menemukan bahwa 43 persen orang Palestina yang disurvei menyalahkan Rusia karena memulai perang dengan Ukraina, dibandingkan dengan 40 persen yang menyalahkan Ukraina. Namun, 57 persen percaya perang menunjukkan standar ganda AS dan Eropa ketika konflik adalah tentang pendudukan Israel atas wilayah Palestina. Dua puluh delapan persen lainnya mengatakan kedua situasi terlalu berbeda, sementara 10 persen berpikir negara-negara Barat menentang Rusia sama seperti mereka menentang Israel. (rmol.id)

Sumber: