Dunia Pendidikan di Mata Finalis Putri Indonesia 2022
Di Jerman, anak-anak bisa belajar di mana saja. Kebiasaan itu yang ingin ditularkan Fransisca Octaviani, finalis Putri Indonesia 2022 asal Kalsel. Oleh: WAHYU RAMADHAN, Banjarmasin Mengenakan Sasirangan berkelir merah marun, perempuan 26 tahun itu tampil anggun. Chika, sapaan akrabnya, sudah beberapa hari pulang ke Banua. Kemarin (1/3) ia berkujung ke Balai Kota untuk bertemu Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina. Kepada Radar Banjarmasin, Chika menuturkan, ini bukan sekadar acara pulang kampung. Ada misi penting yang dibawanya. Dia membawa misi advokasi ‘Pelangi’. Akronim dari Pendidikan Alam Peraih Mimpi. Tujuannya, mendidik anak-anak kurang mampu untuk memanfaatkan ruang terbuka dan alam sebagai sarana belajar. “Bisa belajar di sungai atau di bawah pohon. Intinya memanfaatkan ruang terbuka yang ada. Tidak harus di kelas tertutup atau gedung khusus pendidikan,” jelasnya. Chika terinspirasi saat berkesempatan berstudi di Jerman lewat program Student Action. Di sana ia sempat mendesain ruang terbuka hijau (RTH). Menurutnya, di luar negeri, anak-anak diberikan kebebasan untuk bermain dan belajar di taman atau alam sejak dini. “Mengaktifkan saraf motorik anak. Membuat anak-anak sedari kecil lebih aktif. Menjadi lebih berani karena banyak berbaur di alam. Sistem pendidikan seperti itu yang ingin saya adopsi dan bawa ke Kalsel,” jelasnya. Sepengetahuannya, di kawasan Martapura, Kabupaten Banjar, gaya belajar seperti itu sudah dicoba. Namanya Sekolah Alam Terapung. Di sana anak-anak mendayung jukung (perahu) untuk bertemu dan belajar bersama gurunya. “Setahu saya, Sekolah Alam Terapung itu hanya diikuti enam murid,” sebutnya. Lantas, kapan ide ini mulai dicoba? Sarjana S1 Teknik Arsitektur di Universitas Trisakti itu ingin mempromosikannya dahulu. Bisa saja langsung diterapkan bila pemda mendukung. Meski Chika mewakili Provinsi Kalsel, ia tidak tinggal di Banjarmasin. Dia lahir dan besar di Jakarta, tapi sang kakek tinggal di sini. Tepatnya, di kawasan Banjar Indah. “Pada tahun 70-an kakek saya pernah menjabat Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kalsel. Saya juga sering bolak-balik kemari,” ceritanya. Kembali kepada sekolah Pelangi, Chika sudah membayangkan bakal seperti apa sekolah ini nanti. “Saya melihat anak kecil gemar bercerita. Apabila keterampilan ini diasah, tentu sangat bagus untuk perkembangan si anak,” ungkapnya. Lebih jauh, perempuan kelahiran 30 Oktober 1995 itu berharap para sarjana pendidikan tak melulu menunggu pemerintah untuk bergerak. Semuanya bisa dimulai dari hal terdekat dan termudah. “Mulai dengan komunitas kecil. Rekrut anak-anak di sekitar tempat tinggal kita. Ajak mereka bermain sambil belajar,” tutupnya. Terpisah, wali kota mengapresiasi kedatangan Chika. Ibnu juga mendoakan agar Chika bisa meraih hasil terbaik ketika bersaing dengan 44 finalis lainnya di ajang Putri Indonesia nanti. “Masih ada dua bulan sebelum ia mengikuti karantina sebagai finalis. Saya berharap Chika bisa menguasai sejarah dan budaya Banua. Hingga kerajinan tangan seperti kain Sasirangan dan anyaman Bakul Purun,” ujarnya. “Tadi saya juga menitipkan semangat pengurangan pemakaian kantong plastik. Dalam kampanye ini, Banjarmasin menjadi pelopor telah menginspirasi banyak kota lainnya,” pungkas Ibnu. (war/fud/radar banjarmasin/jp)
Sumber: