Pengacara Johan Anuar Minta Kasus Gugur, Jaksa Gugat Uang Pengganti

Pengacara Johan Anuar Minta Kasus Gugur, Jaksa Gugat Uang Pengganti

PALEMBANG - Johan Anuar, wakil bupati OKU nonaktif saat menghembuskan nafas terakhirnya masih berstatus tahanan yang dibantarkan karena sakit. Kasus dugaan korupsi lahan makam di Kabupaten OKU tahun 2013 yang menjeratnya sedang dalam upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung. Pengacaranya, advokat Titis Rahmawati SH MH berharap penuntutan perkara kliennya dapat dinyatakan gugur demi hukum. "Ini sebagaimana termaktub pada pasal 77 KUHAP, dan telah jelas bahwa Pak Johan Anuar meninggal dalam proses penuntutan, bukan dalam putusan yang bersifat inkracht. Maka terhadap semua penuntutan haruslah dinyatakan gugur demi hukum," harap Titis kepada wartawan, Senin (10/1). Menurutnya, gugur demi hukum itu bukan hanya pada tuntutan pidana pokok saja, namun juga terhadap denda, serta pidana uang pengganti yang menjerat kliennya. Dikonfirmasi terpisah Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK melalui Asri Irwan SH MH mengatakan, sebagai sesama umat beragama pihaknya mengucapkan turut berbelasungkawa. "Kami menyampaikan duka yang sedalam-dalamnya atas meninggalnya terdakwa Johan Anuar," ujarnya. Menanggapi keinginan pihak kuasa hukum Johan Anuar, Asri mengaku hal itu akan didiskusikan terlebih dahulu kepada pimpinan. Meskipun proses penuntutan terhadap almarhum Johan Anuar dapat dinyatakan gugur demi hukum jika merujuk pasal 77 KUHAP, namun terhadap hukuman tambahan berupa uang pengganti, penuntut umum (KPK) masih memiliki hak untuk melakukan penagihan pada ahli waris. "Ketika uang pengganti itu tidak mampu dibayarkan, maka kami bisa melakukan penyitaan pada aset bersangkutan. Bisa jadi melakukan gugatan perdata terhadap aset yang bersangkuatan," tegasnya. Untuk diketahui, Johan Anuar terjerat kasus dugaan korupsi lahan makam di Kabupaten OKU yang kala itu masih menjabat sebagai ketua DPRD OKU tahun 2013. Atas kasus itu Johan Anwar didakwa jaksa KPK dengan dakwaan melanggar pasal tindak pidana korupsi. Dalam perjalanan kasusnya, Johan Anuar divonis majelis hakim Tipikor Palembang dengan pidana penjara selama delapan tahun, denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan, karena terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 tentang Tipikor Jo 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Selain pidana pokok, majelis hakim yang kala itu diketuai Erma Suharti SH MH juga menjatuhkan pidana tambahan berupa diwajibkan membayar uang pengganti, sebesar Rp 3,2 miliar rupiah. Dan apabila tidak dapat membayarnya diganti dengan hukuman 1 tahun penjara. Atas vonis itu, Johan Anuar melalui tim kuasa hukumnya menyatakan banding pada tingkat Pengadilan Tinggi Palembang, hingga akhirnya pada bulan Juli 2021, hakim tingkat banding mengabulkan permohonan banding yang diajukan, sehingga vonis turun menjadi tujuh tahun penjara. Proses putusan tersebut belum dinyatakan berkekuatan hukum tetap (inkracht), dikarenakan saat ini Johan Anuar masih mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. (fdl)

Sumber: