Songket Diklaim Malaysia, Kadisbudpar Sumsel: Itu Tanggung Jawab Kemendikbud RI
PALEMBANG - Kain Songket yang merupakan ciri khas budaya Sumatera kini diklaim Malaysia sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Kemanusiaan. Hal ini mendapat pengakuan langsung dari United Nasional Educational, Scirentific, and Cultural Organization (UNESCO). Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumsel, Aufa Syahrizal Sarkomi mengatakan, untuk mendapatkan pengakuan UNESCO tentunya harus ada proses. Namun, pihaknya telah berupaya mendaftarkan songket sebagai WBTB di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Bahkan, telah mendapatkan sertifikasi pada tahun 2013. Menurutnya, apakah diakui UNESCO atau tidak, bukan menjadi tanggung jawab pihaknya lagi melainkan tanggung jawab nasional. "Itu tanggung jawab Kemendikbud," katanya, Sabtu (18/12). Meski demikian, masyarakat Sumsel tidak perlu resah dengan klaim Malaysia atas Songket. Menurutnya, yang terpenting yaitu mutu Songket Sumsel harus dipertahankan. Karena, apalah arti sebuah nama yang terpenting yaitu mutu dari songket itu sendiri. Apalagi, banyak orang tahu kalau Songket Palembang lebih baik dari Songket lain seperti songket bangsa melayu. "Mereka pakai baju melayu, itu mereka langsung pakai Songket jadi wajar-wajar saja kalau mereka mengklaim,” pungkasnya. Sementara itu, Gubernur Sumsel, Herman Deru menambahkan, Songket Malaysia itu sangat sederhana dan tentu bisa saja mendaftarkannya ke UNESCO. Meski demikian, songket Sumsel khususnya Palembang sendiri memiliki kualitas dan kuantitas lebih. Karena itu, klaim Malaysia ini seharusnya dijadikan kompetisi, bukan untuk menghujat dan lain sebagainya. "Jadi Songket Sumsel ini harus dipelihara, ditingkatkan kualitasnya," tegasnya. Menurutnya, Pemprov Sumsel sendiri tidak bisa mendaftarkan ke UNESCO terkait songket tersebut mengingat lembaga PBB itu merupakan bagian dunia. Sehingga, harus dilakukan di tingkat pusat. "Boleh saja orang klaim datang dari mana tapi sebenarnya yang berkualitas baik dan berkuantitas banyak itu ada di Sumsel terkhusus di Palembang, saya analogikan dengan cerita lain sate misalnya dimanapun kita ketemu sate tapi Tegal itu mengklaim sate dari Tegal, memang kita harus emosi. Palembang bisa buat sate bahkan lebih lezat, ya kita klaim sebagai sate Palembang,” jelasnya, Karena itu, ia berharap masyarakat tidak emosi dan terbawa perasaan. Justru ini menjadi pemacu kita untuk bersaing. "Sederhana sekali Songket Malaysia itu, tidak ada apa-apanya dengan Songket kita, baik variannya, jenisnya, setiap gambar itu mengandung arti misalnya pucuk rebung dan sebagainya, sama juga dengan batik,” pungkasnya. (rmol.id)
Sumber: