Ketua Yayasan Tidak Mengetahui Kejadian

Senin 20-11-2023,16:23 WIB
Reporter : Admin 07
Editor : Admin 07

KAYUAGUNG - Sidang dengan terdakwa RP (19) perkara pencabulan di salah satu pondok pesantren di Kayuagung, sidangnya kembali digelar dengan agenda mendengarkan keterangan saksi, Rabu (9/2). Persidangan di Pengadilan Negeri Kayuagung itu digelar secara virtual dan tertutup. Dua orang saksi yang dihadirkan yaitu ketua yayasan ponpes Anton dan satu pengajar M Iksan. Dalam keterangan ketua yayasan, bahwasanya ia tidak tahu sama sekali dengan peristiwa pencabulan yang terjadi di dalam lingkungan ponpes yang dilakukan oleh terdakwa. "Dari keterangan saksi Anton, ia tidak tau kejadian itu karena sedang tidak ada disana. Mengetahui peristiwa setelah ada penangkapan dari polisi Polres," kata penasihat hukum posbakum pengadilan negeri Kayuagung, Candra Eka Septiawan SH, dibincangi usai persidangan. Lalu untuk saksi M Iksan yang merupakan seorang guru disana, juga menerangkan tidak mengetahui kejadian itu membuat RP menjadi terdakwa. Ia mengetahui perbuatan terdakwa setelah adanya penangkapan. "Saksi ini menerangkan untuk terdakwa ini keseharian biasa saja dan tidak ada yang aneh dengan terdakwa," ujarnya. Persidangan itu dengan Majelis hakim diketuai Tira Tirtona SH MHum dengan anggota Annisa Lestari SH dan Eva Rahmawati SH. Dalam surat dakwaan, perbuatan terdakwa RP (19) hingga akhirnya ditangkap oleh anggota Satreskrim Polres OKI pada Rabu 17 Nopember 2021 sekira pukul 17.00 Wib di ponpes. Setelah mendapatkan laporan dari orang tua korban. Dari perbuatan terdakwa terhadap korbannya sebanyak 12 orang dilakukan dalam sebulan. Dilakukan di dalam kamar pelaku. Dengan cara korban dipanggil seolah telah melakukan kesalahan karena tidak mengenakan sarung, sehingga harus menerima hukuman. Ternyata korban setelah masuk ke ruangan disuruh buka baju dan celana, hingga terjadi pencabulan dan dibuatkan video. Tak hanya itu pelaku juga mengaku mengancam para korban, jika tidak mau video akan dikirim ke pimpinan Ponpes. Perbuatan terdakwa dalam perkara ini didakwa sebagaimana diatur dalam pasal 76 undang – undang no 35 tahun 2014 tentang perlindungan Anak. Undang – undang tersebut merupakan perubahan atas Undang – undang nomor 23 tahun 2002. Di dalam pasal 76E ditegaskan bahwa dilarang melakukan pemaksaan, bujuk rayu, tipu muslihat, atau serangkaian kebohongan lainnya untuk membujuk anak melakuan perbuatan cabul. Dengan ancaman hukuman paling singkat 5 tahun dan maksimal 15 tahun penjara. " Tetapi karena pelaku merupakan tenaga pendidik maka pidananya ditambah sepertiganya dari ancaman pidana sehingga hukumannya 20 tahun penjara," ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rila Febriana SH. Dikatakannya, sidang terdakwa dilanjutkan kembali pada pekan depan dengan agenda pembacaan tuntutan. (nis)

Tags :
Kategori :

Terkait