JAKARTA - PP PERBASI sedang bersih-bersih di akhir tahun 2021. Federasi bolabasket Indonesia itu baru saja menghukum para pelaku match fixing di kompetisi IBL musim kemarin. Jumlahnya ada enam pemain. Dari keenam pemain itu, lima di antaranya penggawa Pacific Caesar Surabaya. Mereka adalah Aga Siedarta Wismaya (AS), Jorge Gabriel Senduk (JS), M. Nur Aziz Wardhana (AW) Yoseph Wijaya (YW), dan Driesanda Djauhari (AD). Kemudian satu lagi dari pemain Bali United Basketball, yaitu Yerikho Tuasela (YT). Ketum PP PERBASI Danny Kosasih mengaku kesal makanya bersama IBL menjatuhkan sanksi kepada mereka. PP PERBASI menjatuhkan sanksi sesuai ketentuan AD/ART PP PERBASI serta kode etik disiplin PP PERBASI berupa larangan berkegiatan bolabasket di seluruh Indonesia baik sebagai pemain, pelatih, atau official maupun membuka kegiatan atau kepelatihan bola basket di seluruh Indonesia. Lama skorsing tersebut bervariasi antara satu hingga empat tahun. Kemudian dari IBL menjatuhkan hukuman skorsing seumur hidup tidak boleh berkegiatan di lingkup IBL kepada enam pemain tersebut. IBL memberikan sanksi sesuai peraturan pelaksanaan IBL BAB IV Pasal 6 ayat 16 yang berbunyi "bagi personil klub yang melanggar bab IV pasal 4 ayat 2 yaitu melakukan dan terlibat dalam pengaturan hasil pertandingan dilarang mengikuti kegiatan IBL seumur hidup dan denda maksimal 100 Juta rupiah". Hukuman ini berat karena match fixing sangat dibenci siapapun. "Tidak ada ampun lagi, mereka harus menjalani hukuman yang sudah dijatuhkan. Saya berharap hukuman kali ini membuat para pebasket semakin menjunjung sportivitas dan tidak lagi melakukan match fixing," tukas Danny. Ini bukan kali pertama pemain bolabasket Indonesia dihukum seumur hidup dengan kasus pengaturan skor. Pada 2017 lalu, pernah ada delapan pemain dan satu ofisial tim dihukum serupa. Mereka berasal dari klub Siliwangi Bandung. Pihak-pihak yang dijatuhi hukuman saat itu adalah Ferdinand Damanik, Tri Wilopo, Gian Gumilar, Haritsa Harlusdityo, Untung Gendro Maryono, Fredy, Vinton Nolan Surawi, Robertus Riza Raharjo, dan Zulhilmi Fatturohman. Khusus nama terakhir merupakan ofisial tim. Dikatakan Direktur Utama IBL Junas Miradiarsyah, hukuman yang dijatuhkan kepada para pelaku match fixing untuk menunjukkan integritas pelaksanaan IBL. Ini karena sebentar lagi kompetisi kasta tertinggi bolabasket nasional bakal digelar awal tahun 2022. "Tindakan ini adalah bagian dari komitmen kami untuk meningkatkan kualitas liga agar semakin baik, professional dan sehat," kata Junas. Junas kemudian menjelaskan kronologis kenapa hukuman dijatuhkan kepada mereka. Pertama, IBL mendapatkan laporan dari manajemen klub Pacific mengenai kejanggalan beberapa pertandingan dan permainan beberapa pemain di klub terkait pada kompetisi IBL musim 2021 fase regular. Atas laporan tersebut, sejak Mei 2021 IBL bersama PP PERBASI membentuk tim untuk melakukan investigasi dan mendapatkan bukti bukti dari pihak yang terlibat. Investigasi ini untuk memberikan efek jera kepada oknum yang terlibat dan menegaskan kepada seluruh pihak terkait dengan liga bahwa tidak ada toleransi terhadap hal-hal yang mencederai dan berpotensi membuat liga, klub dan persepsi olahraga bolabasket menjadi negatif. Salah satu upaya pencegahan agar kasus serupa tak terjadi lagi dilakukan dengan mengkomunikasikan kronologis kejadian ini kepada selueuh pemilik klub melalui pertemuan pada 24 September 2021. "Manajemen IBL sangat menyesalkan kejadian ini dan menghimbau kepada seluruh pihak agar tidak terulang kembali di masa depan. Kami juga memberikan apresiasi kepada para pemain Pacific lainnya yang bertahan dengan komitmen menjalankan pertandingan secara baik dan sehat serta manajemen klub yang beritikad baik melakukan kerjasama dalam investigasi kejadian ini dan mewujudkan kompetisi yang lebih sehat," jelas Junas.(kmd)
PERBASI-IBL Kompak Sikat Pelaku Match Fixing
Senin 20-11-2023,16:23 WIB
Editor : Admin 07
Kategori :